Thursday

saya bukan pembunuh

Tadi pagi seekor tikus kecil memberiku pekerjaan ekstra. Tikus kecil yang lagi lucu-lucunya. Sudah beberapa hari ini dia terjebak di kamarku, bersembunyi di bawah lemari pakaian. Entah bagaimana dia bisa masuk, karena rasanya tak ada satu pun celah yang bisa dilewatinya. Kadang-kadang jika pulang tengah malam, sering kupergoki dia bermain-main di sela-sela koleksi buku-buku-ku, kemudian berlari panik menabrak apa saja saat saya menyalakan lampu. Saya sebenarnya sudah berusaha untuk mengeluarkannya dari situ, dengan jalan damai. Pintu sengaja kubuka lebar-lebar, siapa tau dia tergoda untuk keluar dengan baik-baik. Tapi dia tetap saja membandel. Terakhir saya pakai sedikit cara fasis, menyemprotkan obat nyamuk dengan harapan dia teler dan angkat tangan. Tapi dasar tikus tidak sekolah! Tak ada bendera putih tanda menyerah. Mau tidak mau saya terpaksa membongkar lemari, karena itulah satu-satunya tempat persembunyiannya yang tak terpantau. Setelah bersusah payah memindahkan pakaian dan buku-buku (karena tak mungkin membalik lemari dalam keadaan berisi), tikus mungil itu ternyata sudah tak di situ. Putus asa, saya mulai memeriksa apa saja yang mungkin menjadi tempat sembunyinya. Tak lama kudapati dia meringkuk di sudut kamar, di balik kardus printer yang biasa kujadikan tempat sepatu. Lalu dengan sedikit gerakan karate tingkat dasar, saya mengibaskan sapu di tanganku. Wuiizzz... Sempat kutangkap ekspresi ketakutan di wajahnya saat dia meluncur tak terkendali melewati pintu. Menabrak tembok sebentar, lalu berlari entah kemana. Puih! Akhirnya berhasil juga. Selamat jalan, Kawan. Selamat bertemu keluargamu kembali, mereka pasti merindukanmu.
Menjelang siang saya baru bangun setelah tertidur lelap dengan SMS (sisa mabuk semalam). Pekerjaan membereskan kamar yang porak poranda lumayan menguras tenaga. Cuci muka sebentar, sekalian membilas gelas untuk membuat kopi hangat. Saat berjongkok dekat kran, mataku menangkap sesosok mahluk mungil terkapar di dasar selokan. Tubuhnya basah dan kotor bercampur dengan busa sabun sisa cucian, tak bergerak. saya mengenalinya, dia tikus yang "berperang" denganku tadi pagi. Tapi kenapa dia bisa mati? Padahal saya sama sekali tak berniat untuk membunuhnya, saya hanya ingin kami tidak saling mengganggu.
Maafkan, sama sekali tak ada niat untuk menghilangkan nyawamu, Kawan!

generasi tunas kelapa

Sama seperti pohon
Di Pokok kita masih satu,
lantas kita berpisah di cabang.
Ada yang kekiri,
ada yang ke kanan,
ke depan,
ke belakang.
Atau bila masih satu cabang,
kita nanti akan berpisah juga di ranting.
Ada yang lurus keatas,
kedepan,
ke samping,
ke belakang.
Waktunya makin banyak,
beda dan dewasa kita juga tambah banyak.
Itulah kita.
(Bubin Lantang, Jejak-Jejak)
Setiap kali kudengar lagu Iwan Fals di album Suara Hati, aku selalu dibuat teringat masa SMP. Pada salah satu kegiatan ekstrakurikuler, tempatku sekian tahun terbenam. Mencari makna hidup dalam kesendirian. Lagu-lagu Iwan itu begitu luar biasa. Seperti penyanyinya. Dia tidak butuh banyak hal agar bisa didengarkan. Kadang dia hanya butuh sebuah gitar atau harmonika. Saya rasa dia sangat rendah hati. Dan sangat tidak selebritis! Indah sekali. Sekalipun kadang sesak terasa, karena mau tidak mau lagu-lagu itu selalu mengingatkanku pada banyak kenangan. Membuatku sentimentil.
Saya ingat Kak Juped, yang tak kenal waktu mengajari kami banyak hal, agar kami tetap bisa mandiri dan menyebarkan perlawanan kami. Saya ingat Anna, pada cita-cita menghidupkan Ranger, setelah para pembina kami rasa tidak bisa lagi terlalu diandalkan. Pada ruangan sanggar yang kuimpikan dan telah kurencanakan bersama. Pada semua. Pada cita-cita yang mungkin terdengar konyol dan mengawang-awang saking sederhananya... milikku, dan teman-temanku itu. Pagi ini saya terkenang pada mereka semua. Terakhir kudengar mereka tak lagi berurusan berurusan dengan pramuka. Saya dengar mereka sudah sibuk mengarsiteki masa depan. Sementara saya di sini masih sempat bermain komputer dan mengirim e-mail. Ingat tidak, Kawan, suatu hari kita pernah berdiskusi tentang tunas kelapa? Sepertinya inilah saatnya kita --setelah lelah menjadi buah, pokok pohon, menjadi daun, berakhir di daun:-- suatu hari nanti akan gugur, menjadi humus dan menyuburkan tanah. Semoga. Kurindu kalian semua!

doa wartawan tua

Saya doakan wartawan Indonesia, baik yang sudah memenuhi standardisasi profesional dan kompetensi, maupun yang belum memperolehnya, baik yang sudah mantap maupun yang masih susah agar tetap bekerja sesuai dengan tradisi pers pergerakan nasional pada awal abad ke-20 yaitu melindungi golongan yang lemah dan terjajah, membela rakyat yang dizalimi oleh penguasa, atau dalam bahasa kaum muda sosdem (sosial demokrasi) sekarang agar memihak kaum miskin atau pro-poor. Dengan begitu, wartawan Indonesia tetap jujur pada dirinya, berbuat benar menaati jati diri dan idealismenya.

Kepada sesama anak bangsa, saya sampaikan salam silaturahmi disertai doa semoga kita semua mampu menjaga agar Indonesia tetap jujur terhadap dirinya, mampu menegakkan martabat dan harga dirinya, tidak terombang-ambing di tengah pergolakan globalisasi dunia dan tersihir oleh pengaruh neokapitalisme dan neoliberalisme yang tidak berperikemanusiaan.
Betapa pun sulitnya dirasakan beban tekanan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, betapa pun suramnya masa depan, betapa besarnya kekecewaan akibat ketertingggalan Indonesia dari negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara, namun janganlah lupa berterima kasih tiap hari kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika di negara lain di benua lain terdapat peperangan, pengeboman, pembunuhan, kita di Indonesia relatif masih aman. Oleh karena itu, marilah kita bersyukur tiap kali bangun pagi kepada Tuhan Yang Maha Pelindung.

Banyak generasi muda, kendati telah menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan, amat sulit memperoleh pekerjaan. Banyak rakyat kita mengalami pengangguran, menghadapi kesukaran di bidang pendidikan, kesehatan dan mereka tidak bisa keluar dari keterpurukan karena pemimpin yang tanpa visi dan tanpa peduli, karena elite dan oligarki politik dan bisnis lebih sibuk dengan kepentingan dan kekuasaannya sendiri ketimbang menolong rakyat yang mayoritas.
Dalam keadaan sulit demikian, kita makin terdorong mendoakan dan mengharapkan supaya anak bangsa mengubah kehidupannya, mentransformasi sikap dan wataknya. Mereka yang terimpit dalam kesakitan agar berusaha bangkit berdiri menjadi insan yang kreatif dan bekerja walaupun di bidang terbatas dan sekecil-kecilnya. Namun, mereka yang di atas memegang kekuasaan berubah menjadi insan yang menaruh welas-asih dan memberikan perhatian kepada keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat ini yang telah begitu lama menderita.
Saya doakan agar kita semua punya sikap membantu orang-orang lain. Jangan lupa memuliakan kaum ibu kita, usahakan memberdayakan kaum perempuan supaya mereka lebih tangguh berfungsi sebagai pendidik anak bangsa. Ingat selalu ibu-ibu kita yang selama sembilan bulan mengandung anak mereka, kemudian membesarkan dan mengasuh anak dengan kasih sayang. Kita berutang budi pada mereka. Bantulah mereka.

Saya doakan agar dalam keadaan bagaimanapun juga kita tetap bersikap positif. Tidak terus mengomel dan mengkritik. Berusaha mengurangi kesenjangan sosial dan melenyapkan kecemburuan sosial. Berusaha bersama-sama mencari cahaya terang di ujung terowongan gelap. Berusaha memperbaiki lingkungan hidup.
Tidak ada yang orisinal, tidak ada yang luar biasa dalam salam dan doa di atas tadi. Saya hanya mengutip filsafat Oprah Winfrey, tokoh media televisi ternama di Amerika, seorang Afro-Amerika, talkshow hostess yang berpengaruh dan berwibawa. Filsafat Oprah dirumuskan dalam kata-katanya sendiri adalah (1) Be true yourself, (2) Be grateful every day, (3) Transform your life, (4) Help others, (5) Stay positive.

Mungkin biasa-biasa saja kedengarannya, tetapi bagi saya cukup mengesankan justru karena biasa-biasa itu, namun mengandung suatu kebenaran yang mendalam. Dengan pengharapan agar bangsa Indonesia dalam tahun 2008 akan lebih baik keadaannya, sekali lagi bersama ini terimalah salam dan doa akhir tahun dari seorang wartawan tua. Semoga Tuhan memberkati kita semua.***

wartawan vs polisi

Ada yang unik dari berbagai kasus kekerasan wartawan oleh aparat polisi negara yang notabene adalah mitra kerja. Mulai dari praktek jambret yang dilakukan seorang oknum anggota Satuan Samapta Polwiltabes Makassar bernama Bripda. Asri Wahyudi, hingga penghapusan gambar seorang fotografer Indopos oleh oknum perwira menengah berpangkat komisaris besar.
Pasca insiden tak terpuji itu, protes dan kecaman terus berkoar dari berbagai kalangan dan organisasi profesi jurnalis, seperti AJI, PJI, IJTI, PWI dan lain-lain. Tindak kekerasan jurnalis yang terjadi secara beruntun pekan ini, tentunya suatu pelanggaran Undang-Undang Pers No 40 yang mengancam pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda maksimum 500 juta rupiah bagi para pelakunya.
Di Kota Makassar saja, sejak kapan hari kawan-kawan jurnalis dari berbagai media cetak dan elektronik, lokal, nasional hingga internasional berunjukrasa dengan mendatangi Mapolwiltabes Makassar untuk memprotes keras insiden perampasan kamera seorang wartawan harian Suara Pembaruan saat meliput unjukrasa penolakan revitalisasi Lapangan Karebosi yang berakhir ricuh. Beraneka ragam slogan yang dipampang para wartawan Makassar ini, mayoritas bertuliskan nada kecaman juga makian, semisal “Polisi merusak citranya, merebut dan mencuri kamera wartawan”, bahkan ada pula bertuliskan “anda polisi atau preman???”
Wah, wah, padahal secara tidak langsung saya pun melakukannya. Sebagai seorang jurnalis yang notabene mitra dari kepolisian, saya juga telah melakukan pencurian terhadap seorang oknum polisi. Namun hingga saat ini, tak ada unjukrasa maupun aksi protes dari mereka yang mengecam profesi wartawan. Padahal, saya telah merebut dan mencuri hati seorang oknum polisi wanita berpangkat Bripda. Ironisnya, tak satupun undang-undang perlindungan maupun hukum pidana juga perdata yang dapat mengancam dan menghukum saya.
Coba kalau polisi juga punya Undang-Undang Kepolisian sejenis Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999, mungkin saya juga sudah didemo oleh para polisi.